JAKARTA – Bertahan hidup di lingkungan yang keras adalah hal biasa bagi banyak hewan. Namun menekan “tombol reset” saat menghadapi ancaman hanya dapat dilakukan oleh beberapa makhluk hidup.
Faktanya, hanya satu hewan yang diketahui memiliki kemampuan luar biasa ini: spesies ubur-ubur, Turritopsis dohrnii.
Spesies ini pertama kali ditemukan pada tahun 1880-an di Laut Mediterania dan disorot sebagai organisme unik yang masih hidup.
Turritopsis dohrnii, yang disebut “ubur-ubur abadi”, dapat menekan tombol “reset” dan kembali ke tahap perkembangan awal jika terluka atau terancam.
Seperti semua ubur-ubur, Turritopsis dohrnii memulai hidup sebagai larva, yang disebut planula, yang berkembang dari telur yang telah dibuahi.
Planula awalnya mengapung, kemudian menetap di dasar laut dan berkembang menjadi koloni polip berbentuk silinder. Hal ini pada akhirnya melahirkan ubur-ubur yang berenang bebas dan identik secara genetik—hewan yang kita kenal sebagai ubur-ubur—yang menjadi dewasa dalam beberapa minggu.
Ketika sudah dewasa, Turritopsis dohrnii hanya memiliki panjang sekitar 4,5 mm, lebih kecil dari kuku jari tangan kecil.
Perut berwarna merah cerah terlihat di tengah lonceng transparannya, dan di tepinya dilapisi hingga 90 tentakel putih.
Namun, makhluk kecil transparan ini memiliki kemampuan bertahan hidup yang luar biasa. Menanggapi kerusakan fisik atau bahkan kelaparan, proses perkembangannya mengalami kemunduran, kembali menjadi polip.
Dalam proses yang sangat mirip dengan keabadian, koloni polip yang beregenerasi akhirnya berkecambah dan melepaskan ubur-ubur yang secara genetik identik dengan ubur-ubur dewasa yang rusak.
Bahkan, sejak fenomena ini pertama kali diamati pada tahun 1990-an, spesies ini diberi nama “ubur-ubur abadi”.
Proses transdiferensiasi
Mekanisme seluler di balik proses ini, sebuah proses langka yang dikenal sebagai transdifferensiasi, sangat menarik bagi para ilmuwan karena potensi penerapannya dalam bidang kedokteran.
Dengan menjalani transdiferensiasi, sel-sel dewasa yang dikhususkan untuk jaringan tertentu dapat menjadi jenis sel khusus yang sepenuhnya berbeda.
Ini adalah cara efektif untuk mendaur ulang sel dan merupakan bidang penting penelitian sel induk yang dapat membantu para ilmuwan mengganti sel-sel yang rusak akibat penyakit.
Dalam studi yang sama, para peneliti juga mendokumentasikan individu Turritopsis dohrnii yang identik secara genetik dan tersebar di seluruh lautan di dunia, sehingga menimbulkan pertanyaan menarik tentang sifat kematian; jika semua sel dalam suatu organisme diganti, apakah individu tersebut tetaplah individu yang sama?
Tentu saja, gennya sama, dan dalam biologi itu mungkin sudah cukup.