JAKARTA – Usulan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk menempatkan Polri di bawah TNI atau Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ditolak. Kali ini penolakan atau kritikan datang dari CEO Sara Institute, Muhammad Wildan.
Wilden menilai usulan tersebut melemahkan semangat reformasi dan berpotensi melemahkan penegakan hukum. Ia mengingatkan, salah satu amanat reformasi adalah memisahkan Polri dari TNI.
Pemisahan tersebut, lanjutnya, dilakukan dengan harapan Polri menjadi lembaga yang profesional dan independen, jauh dari campur tangan dalam konteks penegakan hukum.
Lebih lanjut, lanjutnya, perkembangan kejahatan di era modern ini sangat kompleks dan canggih sehingga pemberantasannya menjadi tantangan tersendiri bagi kepolisian. Oleh karena itu, menurutnya, pembicaraan mengenai subordinasi Polri ke Kementerian Dalam Negeri akan sangat melemahkan semangat reformasi, karena akan membuat Polri lebih rendah dari lembaga lain, seperti sebelum reformasi.
Menurutnya, jika perbincangan ini terus berlanjut maka akan terjadi kemerosotan dunia penegakan hukum di negeri ini. “Kita bisa bayangkan kalau Polri berada di bawah Kementerian Dalam Negeri, sistem koordinasi aparat penegak hukum akan sangat membingungkan. Ini akan mengganggu,” kata Wilden dalam keterangan tertulisnya, Senin (12/2/2024). ). .
Ia juga mengingatkan, kementerian adalah lembaga yang dipimpin oleh seorang menteri yang mempunyai jabatan politik, sehingga memungkinkan adanya campur tangan politik dalam penegakan hukum. “Hal ini akan membuka kemungkinan adanya campur tangan politik Polri dalam penegakan hukum. Jika hal ini terjadi maka penegakan hukum akan bergantung pada situasi politik nasional kita yang merupakan kemunduran bagi kita,” ujarnya.
Wilden menolak keras usulan penempatan Polri di bawah kendali Kementerian Dalam Negeri. Menurutnya, Polri harus melapor langsung kepada Presiden, agar Polri menjadi lembaga independen yang tidak dapat diintervensi dalam menjalankan fungsi penegakan hukumnya.