Wahyudi, Guru Inspirator: Melampaui Keterbatasan, Menembus Segala Hambatan Menjadi Kemungkinan

Wahyudi, Guru Inspirator: Melampaui Keterbatasan, Menembus Segala Hambatan Menjadi Kemungkinan

JAKARTA – Menjadi guru di daerah terpencil memiliki tantangan yang beragam karena selain minimnya peralatan, juga terbatasnya infrastruktur. Guru menghadapi tantangan sulit ini tidak hanya memerlukan kesiapan dan tekad, namun juga keharusan moral dan tanggung jawab untuk mencerdaskan anak bangsa.

Wahyudi, seorang aktivis literasi, penulis, penerima beasiswa Program Pra-Layanan PPG (Pendidikan Guru Profesi) dan pembuat konten bidang pendidikan asal Pontianak, Kalimantan Barat, berbagi bagaimana Anda terpanggil untuk berpartisipasi dalam upaya bantuan. Rekan-rekan guru mengajar di sekolah terpencil dengan peralatan minim dan infrastruktur terbatas. Pemuda yang populer di media sosial sebagai Wahidi Aksara Gul Ser ini memperoleh pengalaman langsung tentang bagaimana menjalankan peran seorang guru di lingkungan terpencil sebelum menjadi pelatih guru.

“Guru di daerah terpencil harus melintasi lautan untuk mencapai pulau-pulau guna memberikan pendidikan kepada siswanya,” kata Wahidi saat ia dan komunitas literasi memberikan pelatihan di sekolah-sekolah terpencil. Keterbatasan tidak menyurutkan semangat mereka untuk mendobrak segala hambatan untuk meraih bukan sekedar kata-kata namun juga berbagai kemungkinan. Dia menunjukkan hal ini dalam tindakan.

Wahidi bekerja sama dengan teman-teman masyarakat membangun perpustakaan di sekolah sebagai bentuk dukungan, semangat dan motivasi kepada guru dan siswa. “Anak-anak di sana tidak mempunyai cukup bahan bacaan. Kami mengumpulkan sumbangan untuk membeli buku dan membangun perpustakaan. “Meskipun perpustakaannya kecil, itu sangat berarti bagi mereka Pendidikan Sastra (2017) dan memulai karir saya sebagai guru di sekolah swasta internasional pada tahun berikutnya.

Seruan Wahudi untuk membantu anak-anak mendapatkan pendidikan yang layak telah memungkinkannya memperluas jaringan guru dan orang-orang yang tertarik dengan dunia pendidikan di Indonesia.

“Awalnya saya bergabung dengan banyak komunitas, salah satunya adalah komunitas literasi yang sampai saat ini saya masih menjadi bagiannya. Komunitas tersebut bernama Pustaka Rumah Aloy. “Awalnya saya di sana hanya sebagai peserta pelatihan menulis gratis selama 101 hari,” kata Wahyudi yang menerbitkan kumpulan cerpen tersebut.

Dari situlah jiwanya terpanggil untuk memutuskan menjadi seorang guru. Saat ini ia sedang rehat dari mengajar di sekolah formal karena fokus menyelesaikan Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan. Bagi Wahudi, menjadi guru saja tidak cukup. Beliau aktif mengikuti berbagai pelatihan yang diselenggarakan oleh masyarakat lokal dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Semua itu ia lakukan untuk menjadi seorang guru yang dapat memberikan pendidikan menarik kapanpun dan dimanapun serta memotivasi murid-muridnya menjadi murid seumur hidup.

Wahudi membawa dan menerapkan ilmu yang didapat dari komunitas literasi kepada siswa di sekolah. Dia mengajari mereka tidak hanya mata pelajaran sekolah, tetapi juga kegiatan kreatif. Berkat itu, Wahudi mendapat penghargaan sebagai Guru Inspiratif Sekolah Menengah Pertama Pelita Chemerlan 2019.

Hari guru nasional

Sekolah di daerah terpencil mempunyai banyak keterbatasan seperti kurangnya fasilitas, namun dengan tekad yang kuat Pak Wahidi mengatasi keterbatasan tersebut dengan terus berinovasi dan memotivasi siswanya untuk mendapatkan pendidikan yang layak dapat membuka segala macam kemungkinan. Ia berharap rekan-rekan guru lainnya semakin kreatif dan menempuh jalan yang sama untuk menjadi guru yang berdedikasi, inovatif dan inspiratif. “Jangan menyerah karena keterbatasan,” ujarnya.

Wahidi mengatakan, peringatan Hari Guru Nasional pada Senin, 25 November, dapat dijadikan batu loncatan bagi para guru dan tenaga pendidik lainnya untuk terus meningkatkan keterampilannya guna menghasilkan siswa yang berkualitas.

Wahyudi mengaku telah mencapai titik terendah dalam perjalanannya yang penuh tantangan sebagai seorang guru. Dia merasa lelah dan tidak termotivasi. Antusiasmenya dipicu oleh air mata murid-muridnya saat Wahidi kembali ke Pontianak.

“Momen itulah yang mengembalikan semangat dan tekad saya untuk terus menempuh jalur ini, jalur pendidikan,” ujar pemuda energik dan cerewet ini.

Saat ini, selain bekerja sebagai pengajar guru di Grup Mentari pada tahun 2022 hingga saat ini, saya juga mengikuti program magister pendidikan bahasa Indonesia (2023) di Universitas Tanjungpura dalam rangka menjadi guru kembali.

Dalam pendidikan mengacu pada prinsip Ki Hajar Dewantara yang menyatakan bahwa pendidikan harus sesuai dengan tuntutan alam dan kodrat zaman. “Oleh karena itu, para guru hendaknya tidak bosan-bosannya belajar dan hendaknya lebih banyak membaca agar ilmunya tetap luas dan up-to-date dengan semangat zaman,” ujarnya.

Terkait perubahan kurikulum, Wahidi menilai hal ini merupakan tren perubahan yang tidak bisa ditolak. Kurikulum mengalami perubahan menyesuaikan kebutuhan dan semangat zaman.

“Intinya pembelajaran dari keseluruhan kurikulum harus mencakup tiga hal: pertama, harus menyenangkan; Ketiga, pembelajaran harus substantif dan relevan dengan kebutuhan zaman,” ujarnya.

Menurut Wahudi, kurikulum perlu diubah untuk menjawab tuntutan zaman. “Sesuai prinsip Ki Hajar Dewantara, seorang guru harus menjadi murid seumur hidup, sehingga pada akhirnya harus menebusnya dengan tidak pernah berhenti belajar,” imbuhnya.

Lebih lanjut Wahidi mengatakan guru harus siap menerima perubahan dan meyakini penyesuaian kurikulum yang dilakukan pemerintah adalah demi kemajuan pendidikan Indonesia. Menurutnya, kelebihan dan kekurangan selalu ada, namun alih-alih hanya memikirkan kekurangannya, potensi yang ada perlu dimaksimalkan. “Selama pendidikan yang kita lakukan kreatif, hal ini akan membalikkan keadaan,” ujarnya.

Wahudi saat ini bekerja sebagai pelatih guru, membantu guru meningkatkan keterampilan mengajar mereka. Wahidi, seorang konten kreator ternama asal Pontianak yang memiliki puluhan ribu pengikut di media sosial, kini juga tengah menggarap pendidikan profesi guru prajabatan (PPG).

“Alhamdulillah, pengumuman kelulusan sudah dekat. “Jabatan saya sudah menjadi guru pelatihan, namun saya berniat menjadi guru lagi,” ujarnya.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *